Berikut adalah artikel tentang kerajinan gerabah dikendal. dijamin di internet cuma ini yang ada. kalo ada yang lain..pasti copas dari blog saya. . .karena ini original dari ketikan saya sendiri.
Kerajinan
Gerabah Di Kendal
A. Tinjauan
Tentang Seni Kerajinan Gerabah
Seni kerajinan
gerabah di daerah kendal ini tidak berbeda jauh dengan seni kerajinan gerabah
yang ada di daerah Klampok Banjarnegara dan Kasongan Yogyakarta.
Seni kerajinan yang berbahan dasar
tanah liat ini untuk dapat menjadi suatu bentuk yang diinginkan membutuhkan
proses dalam waktu yang tidakk sedikit. Untuk di daerah pekunden ini seperti
yang sudah dilakukan oleh para perajin gerabah adalah mencampuri tanah liat
dengan pasir yang sudah disaring. Kemudian adonan tersebut dari tanah liat,
pasir dan sedikit air dengan cara yang masih sangat tradisional di injak –
injak untuk mencampur dan melembutkan tekstur tanah liat tersebut yang
membutuhkan waktu ± 1 jam.
Setelah tanah
liat tersebut selesai tahap pencampuran baru dapat diolah dan diproses sesuai
dengan bentuk yang diinginkan.
Baik itu berupa periuk, cobek,
tungku, wajan dan barang – barang bersifat seni seperti aneka pot atau vas
bunga, barang hiasan hiasan ruang tamu, hiasan taman dan lainnya sesuai barang
yang dipesan oleh pengemar barang seni.
Tidak hanya
sampai disini, para perajin gerabah dipekunden kota Kendal ini masih
menggunakan peralatan tradisional yaitu perbot.
Alat putar pembuat gerabah di sini
terbuat dari kayu dan dibawahnya ditaruh alat pemutar sehingga para perajin
antara kaki dan tangan teratur dalam menggerakannya.
Setelah gerabah
selesai masih membutuhkan waktu untuk pengeringan yang memakan waktu kurang
lebih satu hari tergantung cuaca. Jika mendung atau hujan bahkan sampai ¾ hari,
tapi jika panas terik cukup 1 hari gerabah sudah dapat masuk ke tahap akhir
yaitu pembakaran.
Pembakaran
disini juga masih menggunakan cara sederhana karena Kampung Kunden belum
mempunyai tempat pembakaran gerabah yang permanen, seperti yang ada di daerah
Klampok dan Kasongan.
Karena mungkin
dengan proses yang panjang dan melelahkan ini sehingga mengakibatkan turunnya
minat generasi muda untuk meneruskan warisan turun temurun ini.
B. Tinjauan
Tentang Faktor – faktor Penghambat.
Kaum muda tampaknya
tak lagi berminat menjadi perajin gerabah, pekerjaan ini mereka nilai tidak
bisa dijadikan ksebagai sandaran hidup. Era keemasan sudah berlalu, gerabah
kampung pekunden kini kembang kempis. Tak ada seorang pun generasi muda yang
mau belajar apalagi menekuni. Mereka lebih tertarik bekerja di pabrik, wajar
saja pekerjaan ini sudah tidak menjanjikan lagi. Terlebih lagi dijadikan
gantungan untuk mencukupi kebutuhan hidup berkeluarga.
Dimana mungkin
proses karena proses pembuatan gerabah yang cukup lama dan melelahkan, yang
menurunkan minat generasi muda dikampung pekunden ini. Namun demikian masih ada
juga faktor lain yang menghambat kerajinan dikota kendal ini yang diantaranya.
1. Kualitas
tanah liat untuk bahan baku, tak sebagus di sentra – sentra penghasil gerabah
yang masih tetap eksis.
Seperti di daerah Klampok
Banjarnegara dan Kasongan Yogyakarta
2. Perbot,
adalah alat putar pembuatan gerabah yang masih sangat sederhana sehingga proses
pembuatanya agak lambat
3. Kurangnya
alat pengecatan, kberupa kompresor dan alat semprot sehingga kualitas warna
gerabah pekunden kurang bervariasi seperti daerah lain.
4. Pemasaran
produk gerabah yang masih kurang profesional dilingkungan para perajin gerabah.
5. Yang
terkahir adalah masalah permodalan yang menghambat perajin gerabah, karena
kurangnya perhatian dari Pemkab Kendal dalam memberikan modal usaha.
Sehingga dalam
rangka meningkatkan mutu produk industri kerajin gerabah Kunden Kendal, Bupati
Kendal yang waktu itu masih dijabat oleh Ibu Dra Hj Siti Nurmarkesi membuka pelatihan
finishing gerabah di dukuh kunden Kelurahan Langenharjo Kecamatan Kendal.
Pelaksanaan kegiatan ini dengan
harapan hasil produk gerabah dapat bersaing dan mendapatkan pasar yang memadai.
C. Faktor
– Faktor Penghambat Seni Kerajinan Gerabah
Tak ada lagi
kaum muda yang berminatuntuk meneruskan ataupun menekuni ketrampilan sebagai
perajin gerabah. Kini di Kampung Pekunden Kelurahan Langenharjo Kendal Kota
yang tersisa dan masih mau bergelut dengan kotornya tanah liat hanya generasi
tua.
Itupun tidak semua, hanya sebagian
kaum tua yang masih total berjuang di dalamnya.
Tentu berbeda
bilamana menengok kerajinan gerabah di daerah lain, seperti Kasongan Yogyakarta
dan Klampok Banjarnegara. Suasana perkampungan di tengah kota Kendal itu
sekarang nyaris tidak menampakan sebagai tempat penghasil gerabah. Padahal
dalam era 60 – an hingga 80 – an kampung ataupun masyarakat setempat pernah
“berjaya” sebagai pengahasil kerajinan tersebut.
Kaum muda
tampaknya tak lagi berminat menjadi perajin gerabah. Pekerjaan ini mereka nilai
tak biasa dijadikan sebagai gantungan hidup. Era keemasan sudah berlalu,
gerabah kampung pekunden kini kembang kempis, tak seorang pun generasi muda
yang mau belajar apalagi menekuni.
Mereka lebih
tertarik bekerja di pabrik, wajar saja pekerjaan ini sudah tak menjanjikan
lagi. Terlebih lagi di jadikan gantungan untuk mencukupi kebutuhan hidup
keluarga. Hanya kaum tua seangkatan saya yang masih menekuni pekerjaan ini,
jika tidak ada pesanan saya bertani atau menjadi buruh di sawah”, tutur Bapak
Jafar (53) seorang perajin gerabah di gang bonang, Pekunden.
Perajin yang
mengaku mendapat ketrampilan dari ayahnya ini menjelaskan, pada era 70 – an
ketika sebagian besar alat dapur masih terbuat dari gerabah para perajin di
kampungnya mencapai 200 orang kini yang tersisa hanya ± 30 orang, itupun yang
aktif hanya beberapa orang.
# Mencari Ilmu #
Dari sisi
kemampuan sebenarnya para perajin gerabah pekunden cukup teruji. Selain
mempunyai jam terbang lumayan, rata – rata dari mereka telah melanglang mencari
ilmu tentang seluk beluk pergerabahan. Sejumlah daerah penghasil gerabah
ternama seperti Klampok, Kasongan, Purwakarta, Medan dan Bandung pernah
disinggahi.
Namun faktor alam
salah satu sandungan mereka. Kualitas tanah liat untuk bahan baku, tak sebagus
di sentra – sentra penghasil gerabah yang hingga kini masih tetap eksis. Namun
kendala utama dalam produksi gerabah di pekunden Kota Kendal menurut Bapak Edy
Kristiyarto ketua “KUB BAYU SETO” adalah masalah permodalan dan pemasaran.
Untuk itu ia mengharapkan, agar pemerintah Kabupaten Kendal dapat membantu
memasarkan produknya, maupun memberikan permodalan. Sehingga gerabah pekunden
yang merupakan warisan turun temurun semakin berkembang dan tetap lestari.
0 komentar:
Posting Komentar